Tag Cloud

Flash tag cloud requires Flash Player 9 atau lebih.
Widget by: AgielWeb.info
Komisi Gratis | Bisnis Online Tanpa Modal

kunjungan ke -

Education Search Engine Tool just for Teacher and Student

Subhanalloh......betapa mulianya engkau menghadap ILLAHI nak......

Saturday, July 18, 2009

Note on July 14th, 2009


Asnawi Yahya...yang akrab disapa 'Uya' oleh guru2 dan teman2x, ia adalah salah satu murid di SDN No. 83 Kota Tengah. Yah....ia adalah salah satu muridku pastinya..Ia dikenal sebagai anak yang pendiam di kelas. Walaupun demikian, ia selalu aktif dan terbilang anak yang pandai di kelasnya. Sedang di lingkungannya, keluarga dan tetangga2x mengenalnya sebagai anak yang rajin, patuh ma org tua, rajin sholat dan satu yang sangat ia tekuni sejak ia masuk SD adalah mengaji, ia belajar ngaji dari sore hingga malam di mesjid yang lumayan jauh dari rumahnya. Kemarin adalah hari terakhirnya masuk sekolah, tepatnya pada saat ia menduduki kelas barunya, kelas 3. Hari ini, tepat tanggal 14 Juli 2009 pukul 08.00 pagi, ia menghembuskan nafas terakhirnya.

Disini, aku menulis kisah ini karena terdorong oleh hatiku sendiri untuk menceritakan suatu kisah yang begitu mulia di mataku kepada semua orang. Kisah yang begitu menyentuh perasaanku hingga membuat aku terharu sampai menitikkan air mata. Kisah ini akan aku ceritakan dari awal kegiatan sekolah kemarin.

Pada saat masa orientasi siswa, para wali kelas berperan aktif mengenalkan hal-hal baru memasuki tahun ajaran baru kepada anak2 yang baru saja naik ke kelas yang lebih tinggi. Begitupun k'wati (wali kelas 3) yang telah siap menghadapi anak-anak yang baru saja naik dari kelas 2. Sementara k'wati menuliskan Jadwal Pelajaran kepada siswa, saya pun datang sekedar melihat-lihat situasi kelas. Sekalian membantu k'wati menenangkan siswa-siswa yang selalu saja menulis dengan mulut mereka. Mataku pun tertuju pada salah seorang siswa yang berambut keriting yang tiba-tiba bersuara lembut berbicara kepadaku.

Siswa : “Mam, saya pe pensil nda dapa runcing tadi malam...” (dengan wajah sayu)
Aku : “Waduuuhhh.....mam ga bawa silet, sayang...pake jow dl tu pensil...masih bole mo pake tow?
Hhhhhmmmmm....kau pe rambut ini so gondrong, Uya...so bole mo potong...!”
Siswa : “Ya mam....somo potong sabantar...besok smo k skolah deng rambut baru...”
Aku : “Butul powly wua...”
Siswa : “ya mam.........!!”

Yaaaahhh...siswa itu adalah Uya. Itulah sekilas percakapan yang terjadi saat k'wati sedang menuliskan jadwal pelajaran yang baru. Setelah itu, akupun pamit ke Dewan Guru. Ga lama setelah istirahat, k'wati memberi tugas kepada anak-anak untuk mempelajari kembali huruf Hijaiyah. (maklum....k'wati juga merupakan guru agama di sekolah kita). Para siswa terlihat asyik membaca di tempat duduk masing-masing. Hanya si-Uya yang dieeeeeemmmmmm aza...k'wati yang melihatnya seperti itu, meminta dia untuk maju membaca huruf Hijaiyah di depan kelas. Tapi, ia menggeleng dan mengatakan bahwa ia tidak mau naik ke depan kelas karena sakit perut. K'wati pun pergi menghampiri, merasakan suhu tubuh anak itu yang ternyata sangatlah dingin sedingin es di saat panas matahari begitu terik membakar sekolah kita. Beginilah kutipan percakapan mereka :

K'wati : “Asnawi, kenapa kau dingin sekali begini?”
Uya : “Saya olo tidak tw ibu....saya pe puru sakit skali...”
K'wati : “Kau tadi sekolah ada sarapan dari rumah?”
Uya : “Tidak Ibu...”

K'wati merasa sangat tegang melihat anak yang begitu pucat tersebut. Segera k'wati meminta bantuan Pak Halim (salah seorang guru honor di sekolah kita) untuk membeli sebungkus nasi kuning di warung sekolah. Setelah makan, wajah anak itu terlihat pucat dan sangat lemah. K'wati merasa begitu iba dan meminta Pak Halim untuk mengantarkan anak itu pulang untuk beristirahat di rumahnya.

Tadi pagi, tepat jam 8.30, aku menerima kabar dari k'wati, kabar duka yang sontak membuatku seketika tak percaya dan belum bisa menerimanya. “Uya baru saja meninggal”. Kenapa ia meninggal??? Ada apa dengannya??? Apa yang terjadi padanya??? Apakah ia sakit??? Apakah ia kecelakaan??? Kenapa harus dia??? Berbagai macam pertanyaan yang terbayang di pikiranku. Kupertanyakan semuanya ma k'wati tapi k'wati pun sama saja seperti apa yang aku pikirkan.

Karena banyaknya hal yang harus aku kerjakan hari itu, aku pun berencana ke rumah Uya setelah semuanya beres. Guru-guru yang lain udah pergi terlebih dahulu. Aku dan k'wati berencana pergi sekembalinya mereka dari sana. Tetapi, rencana berubah. K'wati ada kegiatan di SDN 79 KTG sehingga kami berencana pergi Ba'da Ashar dimana katanya anak itu akan dikuburkan setelah sholat Ashar. Tapi kemudian, rencana kembali berubah, ketika Guru2 kembali ke sekolah, aku diinformasikan klo jenazahnya akan dikuburkan Ba'da Zuhur. Aku pun mengirim pesan singkat dan dibalas 'ok' oleh k'wati.

Berbagai macam pertanyaan muncul di benakku, ku harap segera mendapat jawaban yang sesuai. Tepat jam 01.30 siang, aku menuju ke rumah duka. Jiiiaahhh....tlat paaaaaa' !!!!! Aku datang saat jenazah udah dikuburkan. Tapi untunglah, guru-guru masih ada disana, jadi ga' terlalu malu jadinya. Pengen kutanyain langsung ma ortux tentang kejadian yang sebenarnya. Tapi, aku ga tega liatnya. Salah seorang guru akhirnya mendekatiku dan menceritakan apa yang telah terjadi. Tadi ibunya telah menceritakan kepada mereka perihal kejadian itu. Ceritanya dapat diilustrasikan dalam percakapan berikut ini :

Di malam sebelum Uya meninggal, Uya udah memperlihatkan sikap yang berbeda dari biasanya. Ia berangkat ngaji di mesjid yang biasanya dari sore sampai magrib, malam itu ia ngaji sampai jam 9-an. Trus, sesampai di rumah, ia hanya diem seribu bahasa, entah apa yang ada dipikirannya saat itu, yang jelas hal itu tidak biasa terjadi padanya. Tetangga yang berada disitu pun keheranan melihat sikapnya.

Tetangga Uya : “Uya, kiyapa ngana babadiam turus dari tadi??”
Uya : “Kiyapa?? Tidak ada apa-apa....cuma suka badiam saja...”
Ibu : “Iyow uti...daritadi dia babadiam bagitu sup..so buju2 mo mkn, tapi nda mw...”
Tetangga Uya : “Ala euy...tidak bole bagitu, Uya. Makan kasana ngana...klo mo sakit, ti mama atiolo
yang somo stress”
Uya : “Baru te Uya tidak lapar...”
Ibu : “Biar mo makan sadiki uti...nanti ti mama mo suap kamari..!!”
Uya : “Mama, te Uya tidak lapar...nanti klo so lapar, te Uya mo makan...Ti mama jangan
kuatir wua...”
Ibu : “Nde oo...tapi jangan lupa makan wa!! karena te Uya masih dapa lia pucat”
Uya : “Iya mama...”

Begitulah sekilas percakapan yang terjadi malam itu. Apa si-Uya akhirnya makan atw ga, ibunya ga sempat menceritakannya. Keesokan harinya, Uya terlihat begitu pucat, sakit perutnya yang kemarin masih menyisakan sedikit rasa di tubuhnya. Walaupun begitu, ia tidak meninggalkan kewajibannya sebagai muslim untuk sholat subuh berjamaah di masjid yang sering ia datangi. Ibunya yang begitu sedih melihatnya, tidak tega meninggalkan Uya sendiri di rumah. (Maklum, walau punya Ayah, si-Uya tetap merasa hanya memiliki Ibu...Ayahnya bekerja jauh dari keluarga – dan sedikit info, ayahnya telah menikah 6x dan ibunya adalah istri pertamanya). Di pagi itu, mereka pun terlibat percakapan yang sontak membuat hati ibu Uya sangat sedih...Percakapan ini jugalah yang akhirnya menjadi kata-kata terakhir Uya untuk ibunya.
Percakapan itu diilustrasikan seperti di bawah ini..!

(NB : sang Ibu bekerja di salah satu rumah makan di Kota Gorontalo)

Uya : “Mama, ti mama tidak mo pi karja?? somo jam 8 itu mama...”
Ibu : “Tidak sayang...bagemana ti mama mo pi karja klo te Uya ada saki bagini..??”
Uya : “Issss....bo krn te Uya ti mama tidak mo pi karja?? Pigi saja mama...te Uya tidak apa2..!”
Ibu : “Tidak sayang...ti mama tidak bisa pi karja klo te Uya masih sakit..”
Uya : “Mama, te Uya dapa rasa somo maninggal te Uya uti...”
Ibu : “Jangan bilang bagitu monu...Insya Allah mo capat sembuh..”
Uya : “Ih...tidak mama...te Uya ini somo maninggal..tapi ti mama jangan kuatir wa...”

Dengan air mata berlinang, sang Ibu menelepon ayah Uya dengan suara yang tersedu-sedu untuk meminta sang ayah segera balik melihat anaknya yang sekarat.

Ibu : “Halo...pulang kamari dulu ngana uti..!! Napa te Uya so babilang somo maninggal..”
Ayah : (menjawab dengan marah) Ngana urus kasana jo dia...!!”
Ibu : “Ya Allah...pulang kamari dulu ngana uti...kase tinggal kasana itu karja ekh...atiolo anak di rumah so sekarat bagini..”
Ayah : “Wei, ngana kira bo ada ba apa kita disini?? pokoknya ngana urus jo dia...klo kita ada waktu, kita mo kasana..!!” (dengan nada membentak dan menutup telepon)

Uya yang mendengarkan sang Ibu berbicara dengan ayahnya di telepon pun bersuara lemah kepada Ibunya.

Uya : “Mama, tidak usah telfon ti papa...!! Uya cm butuh ti mama mo cium...Uya cm butuh ti mama mo polo untuk yg terakhir kalinya...
Mama : “jangan bilang bagitu sayang....Mama tidak mo jauh2 dari te Uya...Mama mo jaga ti Uya disini..”
Uya : “Ih...tidak usah mama...Cium kamari jow Uya...Polo kamari jow Uya terakhir kali ini mama...baru mama pi karja...Uya tidak mau cm karna Uya ti mama nda dapa pi karja..”
Mama : “Tapi mama.....”
Uya : “Mama, tidak usah pikir te Uya...Uya sedih klo ti mama tidak pgi karja...”
Mama : “Tapi Uya belum makan...”
Uya : “Gampang mama....Kase tinggal kamari jow uang saribu for Uya.., klo Uya lapar,,nanti Uya makan juga mama....”
Mama : “Janji wua....jangan sampe te Uya nda mo makan powly macam tadi malam...”
Uya : “Insya Allah mama....”

Dengan berat hati, sang mama mencium dan memeluk Uya...Air matanya pun jatuh begitu derasnya...Entah kenapa hati sang mama berat skali tuk melepas pelukannya kali ini....walaupun demikian, sang mama tidak mau melihat anaknya sedih, walau berat, ia terpaksa pergi kerja...tidak lupa, ia menitipkan Uya pada tetangganya. Tak lama setelah sang mama pergi kerja, tetangga yang tadi dimintai tolong tuk menjaga Uya, segera ia menemui Uya...Tapi, ketika sampe di kamar Uya, Uya terlihat kaku seluruh tubuhnya tapi tubuh bagian atasnya terasa panas...Si tetangga jadi sangat kelabakan...segera ia menghubungi seluruh tetangga dan menghubungi 3 orang mantri yang dikenalnya untuk menolong Uya....Tapi, ternyata Uya sudah tak dapat diselamatkan...Ia meninggal....

Tak menunggu waktu lagi, sang tetangga pergi memberi kabar duka tersebut kepada sang Ibu...

Teman-teman, seperti yang kita ketahui bersama...dalam Al-Qur'an dan Al-Hadist, Alloh telah berkata dalam firmannya...Nabi pun telah berucap dengan sabdanya...bahwa Anak kecil meninggal dengan suci, tanpa dosa...Kejadian nyata selanjutnya pun memperlihatkan hal tersebut........

Jenazah Uya tidaklah seperti orang meninggal biasanya....Sekujur tubuhnya tidaklah kaku kesemuanya...Walau nadi sudah tak berdenyut, bagian tubuh atasnya masih terasa sangat hangat...dengan mata bening layaknya anak yang belum meninggal...bibir tersenyum dan kepala yang menghadap ke kiblat...Walau kepalanya ditegakkan, tetap saja kepalanya menghadap ke kiblat...begitupun ketika jenazahnya diputar ke arah manapun, kepalanya selalu saja menghadap ke kiblat....Sang Ayah yang sebelumnya begitu cuek pun datang dengan seluruh penyesalannya....ia meneteskan air mata mengeluarkan kata maaf kepada Uya dan mamanya di hadapan jenazah Uya...
Subhanalloh....apakah itu mukjizat dari Alloh untuk ayah Uya?? Ntahlah....

Teman-teman...marilah kita memetik hikmah dari cerita ini...Terima kasih telah membaca sepenggal kisah nyata yang aku tulis di atas dengan hati penuh keharuan....Subhanalloh...............
Share this article on :

0 comments:

Post a Comment

Intense Debate Comments

Free SMS Gratis Indonesia
 
© Copyright 2010-2011 human education life All Rights Reserved.
Template Design by Herdiansyah Hamzah | Published by Borneo Templates | Powered by Blogger.com.